Rabu, 25 Februari 2015

MY JOURNEY - MENYENTUH PUNCAK SIBAYAK

Siapa yang percaya aku pernah hiking ke Sinabung? Gak ada? Yakin? Aku beneran pernah loh mencapai puncak tertinggi Gunung Sinabung beberapa tahun yang lalu. Kalau nggak salah menjelang semester akhir di S1. Mana yang mau berangkat harus diseleksi dulu pula. -_- iya, beneran, waktu itu ceritanya ada jambore iman dan takwa untuk UKK-UKM UIN SU. Pesertanya terbatas, mungkin cuma sekitar 6 orang per UKK-UKM. Nah, kebetulan, LPM Dinamika kebagian agak banyak kursi. Dan akulah salah satu peserta beruntung yang akhirnya berangkat.

Masih gak percaya juga? Nih, cek blogpost aku yang ini.

Iya, tampilan luarku emang gak meyakinkan sih untuk tipikal cewek yang pernah naklukin sinabung. Gak masalah. Toh aku kan udah bilang, aku bukan cewek tomboy yang doyan keluar masuk hutan. Aku lebih suka keluar masuk mall. Haha. Tapi aku suka jalan2, aku suka sesuatu yang baru, yang unik, dan extra ordinary.

Aku hiking ke Sinabung itu sekitar tiga tahun lalu. Masih ingat banget gimana capeknya. Beneran. Nyampe atas tuh bahkan udah gak bisa menikmati lagi saking pegelnya. Mana waktu itu kabutnya tebel pula. Gak nampak apa2 lah di atas. Kalo kata anak2 mapala yang jadi guide, itu biasa untuk pendaki pemula. Kalo udah nampak keindahannya di pendakian pertama, nanti gak mau daki lagi. Aku mikir, sekalipun ada tawaran daki lagi, kayaknya aku mundur deh untuk Sinabung. Mungkin.

Primitive Community
Makanya pas tawaran hiking ke Sibayak datang, aku langsung excited. Masa udah lernah hiking di Sinabung blom pernah hiking di Sibayak. Kan kebalik. Haha. Makanya, berangkatlah daku bersama Primitive. Sekilas info, primitive ini adalah komunitas pecinta alam yang masih seger, alias masih muda, alias baru aja kebetuk awal tahun 2015. Diinisiasi oleh beberapa pendaki yang dipertemukan Tuhan di gunung Sibuatan. Ini unik. Pendaki2 ini unik. Mereka hanya dipertemukan beberapa waktu, bertahan hidup di gunung untuk beberapa hari, dan kekeluargaan mereka langsung erat. Salut.

Kita berangkat ke Sibayak juga adalah rangkauan program Primitive. FYI, aku bukan inisiator. Aku cuman anak bawang ajanya di primitive tu. Wkwkwk. Jadi selama perjalanan menuju Sibayak, dan selama di Sibayaknya aku ya cuman anak bawang doang. Haha. Untung gak pake acara diksar2an. :v

Perjalanan kita mulai pas matahari lagi enak-enaknya nyengat ubun-ubun. Terik, men ! Udah gitu, dengan seenak udelnya mereka gak ada yang mau nemenin aku duduk di dalem bus. Semua pada nantangin untuk duduk di atap bus Sutra. Jadi sambil ngeri2 dangdut, daku akhirnya naik juga ke atap. Gila gak tuh? Wuidiihh.. that was my first time. Sekian lama aku mudik ke Kabanjahe, gak pernah sekali waktu pun aku melakukan kegilaan jenis ini. Tapi, setelah itu semua, i swear, that was a great experience. Menangkap angin, berkejaran dengan pepohonan. *big thanks for you. Kalo bukan karena tantangan gila itu, aku gak mungkin pernah ngerasain serunya bercengkrama dengan angin di atas bus.*
Napak tilas menuju kaki gunung

Aku pernah dengar sebelumnya, hiking di Sibayak itu gak berat. Medannya landai. Bahkan kita bisa naik motor sampai ke kaki gunungnya. Bener. Kita *aku dan primitive team* sebenernya naik angkutan menuju ke kaki gunungnya. Tapi kayaknya emang lagi apes aja, jadi kita harus menjalani separuh jalan yang tersisa by foot. Soalnya angkutan yang kita tumpangi katanya nggak sanggup nyampe atas.  Dan ya, ternyata perjalanan menuju kaki gunung lebih capek daripada ke puncak gunungnya. -_- ini gak lebay. Seriusan !

Akhirnya kita mulai start mendaki sekitar jam 7 malam. Dimulai dengan briefing dan doa bersama. Jadi berasa sakral banget. Dipandu cahaya bulan dan senter masing2, kita menapaki selangkah demi selangkah tubuh Sibayak. Di sela kelelahan, lelucon keluar dari mulit mereka.

"Selamat datang di Sibayak. Selamat berbelanja."
"Lestari !"
"Di rumah dia, bang."

Narsis With Primitive
Joke2 ini yang ngebikin aku sering kangen sama primitive. *curcol we. Hehe.

Kita nyampe lokasi nge-camp sekitar jam 9 malam. Lebih kurang mohon maaf, soalnya gak ngeliat jam. Haha. Lokasi yang dipilih adalah yang paling dekat ke puncak. Katanya kalo mau ke puncaknya cuman lima belas menitan aja. Alasan keamanan juga sih. Belakangan ada penyakit baru di dunia pendakian. Banyak maling berkedok pendaki. Sudah ada kejadian ransel carrier yang muahal itu hilang, sepatu juga. Jadi demi alasan keamanan, ya kita akhirnya nge-camp di tempat yang keliatan dari puncak.

Bersama angin yang mesra banget membelai wajah, aku nonton anak2 Primitive mendirikan tenda. Kan aku udah bilang, aku anak bawang doang disini. Wkwkkw. Mereka juga maklum sih kayaknya. Maklum sambil kepingin ngejitak mungkin. Wehehehe.

Kawah Sibayak
Aku melempar pandang ke bawah, karena posisi kita emang lebih ke atas. Suasana Sibayak ini jauh dari kesan horor. Rame banget. Puluhan tenda berdiri, sorot lampu senter memenuhi langit. Udah kayak pasar malam. Beneran. Mungkin untuk sebagian orang menikmati weekend di Sibayak itu udah jadi rutinitas kali ya? Aku yang awam banget ini terheran-heran ngeliat suasana Gunung Sibayak yang udah kayak tempat liburan. Puluhan atau mungkin ratusan orang yang weekend-an di Sibayak bener-bener enjoy dengan kegiatan masing-masing. Haduh, kalo kamu belom pernah weekend di Sibayak, one day kamu harus nyobain deh pokoknya.
Seru !

Tadinya kepingin ikut-ikutan begadang sih. Tapi lama-lama anginnya mulai agresif, gak cuman mencumbui pipi, sekarang berasa ke seluruh badan. Dinginnya nyes ! Eh, pas kedinginan gitu, ditawari sleeping bag. Haha.. surga banget. Bobok deh kayak di rumah. :D  padahal diluar tuh para pendaki itu masih bising aja.   Teriak-teriak sahut-sahutan. -_-"
Sunrise At Sibayak Mountain

Okelah, lupakan malam dengan segala keriuahnnya. Sekarang akan kuceritakan indahnya sunrise di Sibayak.

Aku pernah lihat sunrise sebelumnya. Bolak balik malah. Nenek yang biasa kupangil ribu tinggal di kaki gunung sana. Aku biasa ngeluat sunrise dari celah bebukitan yang jelas banget dipandang dari depan atau belakang rumah ribu. Tadinya kufikir, sunrise dimana2 ya sama aja. Ya kalopun lebih oke kalo ngeliatnya di ketinggian, sunrise di depan rumah ribu juga udah lumayanlah. Tapi ternyata pemirsaaahhh, aku salah. Sunrise yang disajikan Sibayak sangat2 indah. Cantik banget. Banting banget pokoknya.

Pagi itu aku menyaksikan sunrise yang belum pernah kulihat sebelumnya. Keindahan menyelimutiku yang berdiri takjub di puncak. Semua terlukis cantik. Tanpa kabut. Mataku benar-benar dipuaskan. Kalau kemaren di Sinabung gak keliatan apa-apa karena kabutnya tebel banget, kali ini aku menyaksikan seutuhnya kuasa Tuhan dari ketinggian. Dan kutemukan alasan kenapa sebagian orang tergila-gila akan passion mendaki gunung. Indahnya pake banget, rupanya. Aku sampe kekurangan kosa kata untuk ngejelasin gimana terpesonanya aku. Sibayak bener-bener ngebuat aku jatuh cinta. Really, im so in love. :)
Tebing Curamnya Sibayak

Dalam dekap angin di ketinggian 2212 mdpl aku diajarkan untuk bersyukur. Untuk sebagian orang, hiking di Sibayak itu mungkin adalah hal yang biasa banget. Mainstream banget. Tapi aku percaya, untuk sebagian yang lain, itu justru cuma sebatas mimpi. Jadi ketika Alloh mengizinkanku menjejak disana, aku merasa beruntung banget. Menikmati sketsa pagi, berdiri menantang angin, menatap setiap jengkal ciptaanNya yang luar biasa. Ahh... Fabiayyi'ala irabbikuma tukadzibaan. 

Terima kasih Alloh, untuk nikmat kesempatan menikmati kuasaMu dari ketinggian.
Terima kasih primitive, udah jadi teman seperjalanan yang menyenangkan. Kalian ngangenin. Beneran !
Terima kasih... untuk tantangan-tantangan gila yang akhirnya kumenangkan. Hehe. Akhirnya masa mudaku komplit dengan pengalaman seru dan tak terlupakan.
Sibayak menyimpan kenangan yang akan kusimpan rapi di perpustakaan hati. Sekalipun nanti akan berdebu, tapi tetap ada, dan terjaga. Ini perjalanan keren pertama yang kujalani bareng primitive. Dan yang pertama selalu berkesan, bukan? Nice trip, Primitive. :) Semoga akan ada waktu untuk kita kembali berpetualang bersama.




Primitive Community












Menapaki Tubuh Sibayak




Senin, 16 Februari 2015

MY JOURNEY - DANAU LINTING : HIJAU DAN HANGAT

Tahun ini kayaknya judulnya tahun jalan-jalan. Alhamdulillah, baru bulan Februari udah menyambangi beberapa spot cantik di sumatera utara. Padahal kayaknya tahun lalu tuh ngedapetin moment jalan ke mall aja syusyaaah syekalee. Hehe.

Setelah kemaren jiwa petualangku gak muncul-muncul ke permukaan karena memang tidak memungkinkan, akhirnya kali ini ia menyeruak bebas. Akhirnya, bro ! Membolang lagii.. Ya walaupun membolang kali ini pake mobil. Eh, kalo pake mobil bisa disebut membolang gak sih? Bodo amat ah, yang penting jalan-jalan.. !! :D

Well, destinasi kali ini adalah  Danau Linting di Desa Tiga Juhar, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda (STM) Hulu, Kabupaten Deliserdang, Provinsi Sumatera Utara. Perjalanan sekitar 3 jam dari pusat Kota Medan. 

Sebenernya, aku bukan cewe tomboy yang gila jelajah, cinta petualangan. Nggak. Aku malah lebih sering jalan ke mall, makan, nonton, karokean, dan tergila-gila sama heels, bukan sepatu kets. Aku cuma senang jalan-jalan. Kemana aja. Ke mall, oke. Ke alam juga oke. Nah, jadi pas diajakin ikutan ke Danau Linting, aku semangat banget. Walaupun sebenernya aku nggak tahu apa-apa tentang danau itu. Aku cuma beberapa kali lihat fotonya, dan warnanya memang unik. Hijau terang. Jadi aku sama sekali nggak browsing sama sekali tentang destinasi yang bakal kukunjungi kali ini. aku udah pede banget bakal datang ke tempat yang keren.

Kami menempuh perjalanan lebih kurang tiga jam dari pusat Kota medan. Dari jalanan yang aspalnya bagus, sampai yang bopeng-bopeng. Dari yang kiri kanannya gedung-gedung gede, sampai kebun sawit. Dari yang awalnya bising karena klakson, sampai yang senyap. Waktu yang lumayan lama dan cukup bikin mual. Soalnya jalannya berliku-liku banget, *kayak perjalanan cinta kita. eeaaakkk..#gagalfokus* 

Akhirnya lelah perjalanan kami disambut hangat oleh hijaunya Danau Linting. Iya, beneran sambutan hangat. Soalnya air Danau Linting memang hangat, tapi bau belerangnya nggak begitu menyengat. Cantik. Warna airnya itu loh. Hijau memukau. rerimbun pepohonan yang tumbuh di tepi-tepinya juga menambah asri pemandangan. Sayangnya, sekeliling danau dipagari. Pagar itu justru ngebikin danaunya jadi kelihatan kecil. Malah jadi kayak kolam renang. Dan nuansa alamnya berkurang. Mungkin karena alasan keselamatan pengunjung, sih. Tapi, tetap jadi ngebikin danaunya jadi nggak berasa danau alami. Kayak danau buatan jadinya. *Eh, danau Linting bukan danau buatan, kan?*

Apa hal pertama yang aku lakuin? Yap, foto ! Haha.. *ini sih harusnya gak usah ditanya. ^^
Aku bareng buk Alfi langsung dengan pede-nya jemprat jepret. Gak peduli diliatin orang. Wkwkwk. Parah? Gak ah, biasa aja. :p

Yang bikin kecewa adalah, aku gak menemukan air terjun disitu. Padahal yang bikin semangat tuh menurut cerita yang beredar, disana itu ada air terjunnya. Tapi ternyata pemirsa, air terjun itu adanya sekitar tiga puluh menit perjalanan lagi, dan sulit dilalui mobil. Bisanya pake motor doang. Ini part yang ngecewain banget..banget. Kirain bakal puaaaasss kecipratan air terjun, eh, gak taunya.... T_T

Jadilah kami cuman menjelajahi Danau Linting dan seputarannya. Ternyata disini ada yang namanya goa emas, goa perak, dan 7 kolam pemandian putri. Nih, aku ceritain satu-satu.


Konon, sekitar beberapa tahunan yang lalu, salah seorang warga dari Desa Tiga Juhar mimpi, di seputaran Danau Linting ada tempat pemandian 7 orang putri. Dan konon, kolam itu bisa mengobati beberapa jenis penyakit. Nggak tau bener atau cuma mitos. Yang pasti kolam itu punya juru kunci, dan setiap weekend ada aja orang yang datang untuk berobat. Oh iya, kolamnya terpisah-pisah. Setiap kolam juga punya nama sendiri-sendiri. Aku lupa nama-namanya, cuman inget satu, Kolam Beru Ginting. Pengunjung gak boleh menyentuh airnya, sekalipun cuman buat cuci muka atau cuci kaki. Pantang, katanya.

Dinding Goa Emas
Di depan kolam-kolam itu ada tiga buah gua berjejer yang masuknya dikenakan biaya lima ribu per orang. Pertama gua perak. Gua ini dalam dan pengap sekali. di dinding2nya ada kristal-krital yang katanya adalah perak. Makanya namanya juga gua perak. Disebelah gua perak ada gua emas. Nah, ini yang punya banyak cerita. Konon, gua emas ini bentuknya melingkar. Saat kita masuk, kita seolah sedang berada di tengah lingkaran ular yang melingkar, yang mana ekor dan kepalanya hampir menyatu. di pintu masuk gua ada semacam taring, dan kata penjaganya itu adalah taring naga. Gua ini nggak dalam, jadi nggak begitu pengap juga. Di dindingnya ada benda-benda yang berkilau kalo kena blitz kamera. Yap, emas.

Kita sempet ngobrol, soal legenda itu. Beberapa dari kita nggak percaya kalo itu emas beneran. Katanya, kalo itu emang emas beneran, harusnya pemerintah udah bergerak untuk mengeksplorenya. Tapi kalo menurutku, dan beberapa teman yang lain. Itu mungkin beneran emas asli. Hanya, karena masih sedikit banget, biaya operasionalnya malah lebih gede dari pada jumlah emasnya. Makanya masih dibiarin aja sama pemerintah. Wallahu a'lam.

 Menjelang sore, kita bergegas balik. Aku melempar pandang ke hamparan air berwarna hijau terang dan hangat itu. Dalam hati berbisik, terima kasih, Tuhan, engkau teah izinkan aku untuk lebih pandai bersyukur atas alam indah yang Kau ciptakan. Sampai ketemu lagi, Danau Linting. ^^





Rabu, 11 Februari 2015

MY JOURNEY - PELARUGA, SPOT CANTIK DI LANGKAT

Kisah ini dimulakan saat takdir tak sejalan dengan konsep perjalanan yang kutawarkan. Benar, sematang apapun sebuah rencana, jika Sang Maha Tinggi tak ridhoi, percuma. Kalimat itu sempat nampang di PM ku untuk beberapa waktu sekedar untuk pengobat luka kecewa. Sapai pada akhirnya aku diberi kesempatan untuk menikmati perjalanan yang, ah, mungkin kalian mengira aku berlebihan menyebutnya luar biasa. Jadi, akan kuceritakan.

Liburan semester kemarin sebenarnya aku dan beberapa teman berencana menyambangi Sabang. Pulau kecil di wilayah serambi Mekkah. Planning demi planning sudah kami rancang, mulai dari transportasi, penginapan, sampai spot2 yang akan kami kunjungi. Semua tampak tak sekedar rencana, tp akan segera mewujud nyata.

Tapi, seperti yang kubilang tadi. Semua percuma jika Sang Maha Tinggi tak ridhoi. Cuaca bulan Desember yang memang bercurah hujan tinggi menjadi kendala terbesar. Belum lagi berita di tv nunjukin kalo kota yang bakal kami sambangi malah banjir. Banyak teman yang menyarankan kami menunda keberangkatan. Selain alasan banjir, mereka juga bilang kalau disana sering ada badai, jadi gak ada kapal yang nyebrang ke Sabang.

Dengan gurat2 kecewa kasat mata, akhirnya mimpi snorkling di Sabang terpaksa kusimpan kembali. Mau gimana lagi?? Yaahh, walah sebenernya agak nyesel juga sih, gak nekat berangkat aja. Toh, ada juga yang berangkat kesana dan berhasil.liburan disana. *sedih kali kalo udah inget itu. Hiks.. T_T

Nah, disaat paling galau itu, nongollah seorang teman yang gak tega sama kesedihan aku yang lebay. Dia takut aku desperate tingkat kelurahan kali ya. Jadi dia ngajakin aku ke tempat yang katanya bakal bikin aku terhibur. Well, ini dia tempatnya.

Yap, namanya Pelaruga. Tempat ini terletak di daerah Langkat. Pokoknya masuknya dari Binje lah. Aku juga gak ngerti2 amat sih jalannya. Wkwkwk. Maklum, kalo udah jadi penumpang, emang suka lupa daratan. Untung gak tidur selama perjalanan. -_-"

Setelah browsing, aku akhirnya menemukan alamat lengkap si Pelaruga. Kalo ngirim surat lewat pos, pasti nyampe. Nih, di Desa Rumah Galuh, Kecamatan Sei Bingei, Kabupaten Langkat.

Tempat ini sebenernya buat tracking2 gitu. Pokoknya buat yang biasanya main ke mall ini tuh medan yang sulit lah. Aku juga ngaku sih, jalan kakinha palingan lima belas menitan doang, tapi nafasnya udah kayak atok2 lari pagi. Ahahha. Tapi semua lelah, semua pegel selama perjalanan dari Medan sampe ke lokasi terbayarkan lunas !


Lihat warna airnya ! #NoFilter
Kamu mungkin gak akan percaya sebelum lihat langsung. Tapi aku serius, kamu bakal terpesona akan keindahannya. oke..oke.. kita lupakan cara ceritaku yang lebay. Fokus kembali. Yap, disana ada beberapa spot yang bisa kita kunjungi. Ada air terjun tongkat, ada air terjun teroh-teroh, dan ada beberapa lagi lah. Aku juga gak ingat persis. Karena kemaren memang berangkatnya kesiangan, jadi kami, eh, dia memilihkan untuk ke tempat yang medannya paling gampang biar cepat nyampe. Dia sadar kali ya kalo lagi jalan sama cewe gendut. wkwkwk. Jadilah kami menuju spot Kolam Abadi. 

Kolam Abadi ini aliran sungai yang gak begitu lebar. Arusnya juga nggak begitu deras. Warnanya biru kehijauan. Cakep banget. Yang paling bikin wah, airnya jernih. Kita bisa lihat dasarnya dari atas. Pokoknya cantik banget. Seriusan !

Mungkin karena baru sekitar setahunan dibuka untuk umum, alam Pelaruga ini masih terjaga. Kata rangernya *oh iya, ranger yang memandu kami nyampe lokasi itu anak kecil yang masih kelas 6 SD. Bayangin, tuh !* dulu acara TV My Life, My Adventure pernah kemari. Dulu, waktu jalurnya belum dibuat untuk wisatawan. Masih hutan banget. Sekarang aja masih cakep, apalagi pas masih hutan dulu ya? 
What a wonderful place ^^

Satu lagi bukti kalau alamnya Pelaruga masih terjada adalah banyaknya koko2 dan cici2 yang datang kesini. perhatiin deh, di pemandian alam lain yang udah mainstream, ada nggak koko dan cici yang ikutan nyebur? Di parkiran waktu kami datang, bukan cuma dipadati sama sepeda motor, tapi banyak mobil juga. Terus nih, kalo buat aku yang amatiran untuk urusan alam, aku gak bakal berani bawa anak kecil kesini. Sekalipun pake ranger. Soalnya medannya berat. Licin lagi, karena musim hujan. Tapi tau nggak, aku menemukan keluarga kecil dengan dua anak yang mungkin masih tiga tahunan dan  lima tahunan disana. Aku nggak habis pikir betapa beraninya mama papanya bawa mereka kesana. -_-"

Eh, anyway, mas bro yang ajakin aku kesini ternyata punya kamera keren yang buat foto di dalam air. Jadilah aku katrok. Foto-foto terus. Haha. Pas foto-foto di dalam airnya, aku ngerasa ini obat banget. obat untuk luka yang tadinya tergores karena mimpi snorkling di Sabang harus kusimpan (lagi). Ternyata, Alloh kasih kesempatan juga buat ngerasain indahnya alam disini. di tempat yang hanya berjarak lebih kurang tiga jam dari Medan. Yah, simulasi sebelum ntar berangkat ke Sabang yang jaraknya belasan jam. 

Well, makasih sudah bawa saya kesini, bro ! ^^
Lumayanlah, dari pada ke Ocean Pacific. wkwkwkwk...