Sabtu, 21 Januari 2012

Silent Reader

Assalamualaikum...

alhamdulillah, kemaren artikel gue dimuat untuk yang ke empat kalinya di buletin Ad-Din. Tulisan yang awalnya terinspirasi dari isi tausiyahnya dai pilihan yang ada di tipi. berawal dari iseng-iseng nonton gara-gara gak ada kerjaan, gue menemukan sebuah ide yang luar biasa. menulis artikel tentang keberagaman.
setelah yakin mau nulis artikel tentang itu, gue mulai membuka atau lebih tepatnya mengobrak abrik brankas artikel gue di laptop. dan tidak disangka ternyata gue masih punya stok artikel yang belum sempat gue baca dari kemaren. dan kebetulan juga tentang pluralisme. wah, sepertinya baru niat mau nulis aja, Allah udah kasi banyak kemudahan-kemudahan buat gue. semoga kemudahan itu terus mengiringi  sampai gue selesai menulis artikel ini, doa gue waktu itu.

dan kemaren, tanggal 20 Januari 2012, artikel gue di rilis untuk mengisi buletin Ad-Din edisi 54. Alhamdulillah ya, sesuatuuu... :D Dan ini untuk kali ke empat. Seesuai dengan resolusi gue tahun 2012, gue harus langganan nulis di buletin Ad-Din, minimal sampai 10 edisi. gapapa deh gak berurutan, yang penting harus teraih. kalo gak, berarti resolusi gue gagal dan harus remedial. ohh, kedengerannya kok gak banget yak?? so, mohon doanya, agar salah satu dari resolusi gue udah menunjukkan tanda-tanda akan berhasil dan bener-bener bakalan berhasil. =) terimakasih sebelumnya..

well, hal yang paling mengejutkan adalah ketika gue mendapat pesan singkat dari seseorang, katanya gini, "saya suka dengan tulisan anda di Ad-Din." ya, lo tau lah kalo gue masih pemula dan menerima pujian kaya gitu gue ya exited banget lah. lantas gue balas, "terimakasih. dengan siapa ya?"
gak lama, dia balas lagi, "tak penting siapa saya. yang penting saya suka. bagus. top up."
jujur gue ngarep banget kalo yang sms itu salah satu dosen gue yang emang penulis. mungkin bg zia atau yang paling gue harepin sih pak hen. tapi kayanya gak mungkin, dia mah setau gue gk begitu tertarik sama dunia tulis menulis.
rasa penasaran gue dipadamkan sama balasannya tadi. jadi gue cuma bilang, "makasih, my silent reader."
eh, dia malah balas, "simpan aja no ini. suatu saat pasti tau." omg.... ya jelaslah gue makin penasaran. gue mikir nih orang pasti kenal sama gue dan gak mungkin anak syariah karena udah pada libur. tapi gak gue balas lagi. gue pikir, kalo dia memang kenal gue, ya pasti gue juga kenal dia lah. tinggal nunggu waktunya aja untuk tau siapa my silent reader itu.

dan well... pertanyaan gue terjawab. ternyata si empunya nomor itu tak lain dan tak bukan adalah pimum LPM Dinamika, si bg Lana Molen alias cowok labil yang gue panggil lena yang terkenal paling sadis kalo mengkritik tulisan orang dan paling tak berpersaan kalo udah mencaci maki tulisan orang. aku juga udah beberapa kali jadi korban. yang lebih sadisnya lagi, cerpen-cerpenku juga gak segan-segan di bacok dan di bedah sama dia sampai berdara-darah. tapi kali ini, ohh God, tanpa gue minta dia membaca tulisan gue, dia ternyata membaca dan.. WOW... DIA MEMUJI TULISAN GUE..!!!! dan kalian tau apa artinya ini? ya iyalah, tulisan gue punya penigkatan kualitas yang "subhanallah yaaa.." hahahaaaa... tapi, tetap gue akan terus belajar. insya Allah, akan bisa membuat lidahnya yang ogah muji orang lain itu kembali berdecak kagum. semoga.. :))

Artikelku yang dimuat untuk ke empat kalinya di buletin Ad-Din


KEBERAGAMAN, MASIH INDAHKAH?
Oleh     : Lita Maisyarah Desy*

Menurut asal katanya Pluralisme berasal dari bahasa inggris, pluralism. Jika dirujuk dari wikipedia bahasa inggris, definisi pluralism, "In the social sciences, pluralism is a framework of interaction in which groups show sufficient respect and tolerance of each other, that they fruitfully coexist and interact without conflict or assimilation." Atau dalam bahasa Indonesia, "Suatu kerangka interaksi yang mana setiap kelompok menampilkan rasa hormat dan toleran satu sama lain, berinteraksi tanpa konflik atau asimilasi (pembauran / pembiasan)."

           Dalam keseharian kita, issue pluralism bukanlah lagi sesuatu yang baru. Keberagaman itu membuat kita kaya, semboyan yang belakangan banyak di usung sekelompok orang membuat kita semakin dengan tangan terbuka menerima indahnya perbedaan. Ditambah lagi dengan semboyan bangsa kita, bhineka tunggal ika, berbeda tapi tetap satu jua. Ya, perbedaan memang indah, bahkan islam juga mengajarkan betapa indahnya perbedaan, seperti yang tertuang dalam Qur’an surat Al-Hujurat
[49]:13).

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan serta menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa di sisi Allah (QS al-Hujurat [49]:13).”

Berbicara tentang perbedaan, kita yang terdiri dari berbagai macam suku dan ras, tetap dapat bergabung dalam satu payung kebersamaan. Sudah selayaknya kita bersyukur atas anugerah keberagaman ini. Tanpa keberagaman, hidup kita akan terasa datar. Kita hanya mengenal satu kelompok masyarakat dengan suku tertentu saja, secara tidak langsung, kita akan miskin. Miskin peradaban, miskin kebudayaan sangat tidak menyenangkan. Sudut pandang kita terhadap dunia akan sempit. Dan apa jadinya kita jika tak membuka diri dengan dunia luar? Terpuruk secara mental, sudah pasti.

Memaknai keberagaman yang sehat sudah menjadi hal yang wajib dikuasai oleh setiap orang, setiap lapisan masyarakat. Tidak hanya oleh orang-orang yang perpendidikan, tapi juga yang masih belum tersentuh atau menyentuh dunia pendidikan. Keberagaman yang indah itu dikhawatirkan akan menjadi momok yag menakutkan jika ada yang tidak mengerti bagaimana memaknai keberagaman yang sehat itu, walau hanya segelintir orang. Berbahayakah? Bahkan lebih berbahaya dari apa yang kita bayangkan.


PLURALISME Dan TOLERANSI
Toleransi adalah istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Hidup dalam bangsa yang majemuk “memaksa” kita untuk menghargai perbedaan. Toleransi adalah salah satu caranya. Mengusung kata toleransi berarti mengajak kepada menghargai perbuatan, pekerjaan, keinginan dan sebagainya walau tak sama dengan pandangan kita. bahkan sekalipun bertolak belakang dengan keyakinan kita.

Esensi dari toleransi adalah menghargai, bukan membenarkan. Kita tidak harus mengatakan tindakan seseorang itu benar jika kita tidak sepakat dengannya juga tidak harus membenarkan sekalipun kita setuju dengan argumennya. Layaknya menyampaikan pendapat dalam musyawarah, setiap orang berhak melakukannya. Dalam etikanya, membenarkan atau menyalahkan pendapat seseorang secara gambling bukanlah hal yang baik. mungkin cara yang lebih tepat untuk kita lakukan adalah menyampaikan argument kita secara lugas. Peserta musyawarah akan dapat menilai kita setuju atau tidak dengan pendapat pertama tadi.

Tak hanya dalam musyawarah, dalam setiap aspek kehidupan kita yang dihiasi dengan kebergaman suku, ras, tingkah laku, kebiasaan dan kebudayaan, kita memang sudah seharusnya memiliki rasa toleransi yang tinggi. Toleransi (tasamuh) akan membuat kita hidup rukun, damai dan harmonis. Kurangnya rasa toleransi yang sempat mencabik-cabik kedamaian di Maluku dan Poso rasanya sudah cukup menjadi pembelajaran bagi kita. mengajarkan betapa pentingnya toleransi untuk dipelihara dalam kehidupan kita. Kepedihan yang mendera ras kulit hitam di Afrika karena mendapat perlakuan diskriminasi dari ras kulit putih. Sudah cukup menggambarkan betapa kehidupan tanpa toleransi adalah hal yang berat. Toleransi harus ditanam dan tumbuh dengan subur di benak kita, di hati dan sikap kita.

Islam juga mengajarkan toleransi (tasamuh) dalam konteks yang luas. Islam menekankan akan pentingnya saling menghargai, saling menghormati dan berbuat baik kepada siapa pun.
Keyakinan umat Islam bahwa manusia itu adalah makhluk yang mulia apapun agama, kebangsaan dan warna kulitnya. Allah SWT berfirman dalam surat  Al-Isra’:70,
“…Dan sungguh telah kami muliakan anak-anak Adam (manusia)…” (QS. Al-Isra’:70)
Allah telah menghadiahkan kemuliaan kepada manusia untuk memiliki hak dihormati, dihargai dan dilindungi. Imam Bukhari dari Jabir ibn Abdillah meriwayatkan suatu hadis, bahwa ada jenazah yang dibawa lewat dihadapan nabi Muhammad SAW. lalu beliau berdiri untuk menghormatinya. Kemudian ada seseorang memberitahukan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya itu jenazah Yahudi.” Beliau menjawab dengan nada bertanya: “Bukankah ia juga manusia?”
Ayat Qur’an dan hadits tersebut cukup menerangkan bahwa islam menjunjung tinggi toleransi. Namun tidak hanya itu, Allah juga berfirman, “jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tapi mereka senantiasa berselisih pendapat (QS. Hud : 118).”
Penjelasan dari ayat tersebut dapat kita artikan sebagai islam menganggap perbedaaan manusia dalam memeluk agama adalah suatu hal yang lumrah, Allah SWT telah memberikan kebebasan dan hak memilih kepada makhlukNya. Tidak ada ketimpangan yang boleh dilakukan ummat islam terhadap ummat non muslim. Termasuk tentang keadilan. Allah membenci siapapun yang berbuat curang dan menebarkan ketidakadilan, sekalipun karena kaum muslim merasa dizalimi oleh kaum lainnya. Allah SWT berfirman: “…Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kamu mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berbuat adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa.” (QS. Al-Maidah : 8).
Ajaran Islam juga tidak pernah memaksa umat lain untuk menjadi muslim apalagi melalui jalan kekerasan. Allah SWT berfirman: “Tidak ada paksaan dalam agama. (QS. Al-Baqarah : 256). Islam memang agama dakwah. Dakwah dalam ajaran Islam dilakukan melalui proses yang bijaksana. Allah SWT berfirman: “Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan pengajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” (QS. An-Nahal : 125). Tidak diragukan lagi bahwa Islam adalah agama yang toleran. Dalam artian, agama yang senantiasa menghargai, menghormati dan menebar kebaikan di tengah umat yang lain (rahmatan lil’alamin).
Berbicara tentang toleransi yang diberikan islam, berlaku tenggang rasa terhadap orang lain adalah kewajiban kita. indahnya toleransi akan kita nikmati jika semua ummat memiliki rasa toleransi yang tinggi. Islam tak hanya mengupas tuntas toleransi beragama, tapi lengkap dengan toleransi antar setiap manusia.
Keberagaman tak Sehat
Adakah keberagaman yang tak sehat? Bukankan keberagaman membuat kita kaya? Pluralism yang dibingkai dengan toleransi bukankah sangat baik? Benar. Pluralism membuat kita kaya. Toleransi membuat kehidupan kita harmonis. Namun, sangat disesalkan, pluralism tak sehat juga tetap ada. Unsur ini  mengacu pada keberagaman agama yang dianggap memiliki nilai estetika yang sama. Ya, hal ini terkait dengan pluralism agama.
Keberagaman agama yang ada di Indonesia membuat kita secara sadar atau tidak harus memahami makna keberagaman adalah hal yang wajar dan lumrah. Namun, ada segelintir orang yang membuat agama seolah sama. Sama-sama memiliki esensi kebenaran yang sama, sehingga tak lagi penting berbeda keyakinan. Semua agama akan membawa penganutnya ke surga. Inilah yang pada akhirnya membuat esensi agama terkesan tak penting. Toh, sama-sama mengajarkan kebenaran, kebaikan dan keindahan. Pandangan inilah yang menurut saya memulai ketegangan keberagaman.
Pluralism seolah menjadi alasan untuk membuat agama adalah hal yang sama. Banyak hal yang menunjukkan bahwa mereka yang mengagung-agungkan pluralism sudah menyalahi makna awal pluralism itu sendiri. Seperti cerita yang diangkat sutradara ternama Hanung Bramantyo dalam film “?”. Dalam film itu dengan gamblang Hanung menyuarakan tentang nilai keberagaman beragama yang sangat kontroversi. Dalam satu adegan ia menceritakan seseorang dapat dengan mudah merubah agamanya hanya karena ia merasa tidak cocok dengan agama tersebut. Hal ini sudah menyalahi etika beragama. Agama terkait dengan kepercayaan kepada Tuhan dan dengan mudah ia menggambarkan seseorang bisa saja melepas kepercayaannya dan berpindah dengan kepercayaan lain. dalam scenario “saya berpindah agama bukan karena saya mengkhianati Tuhan saya”, ia kembali menegaskan pesan yang diangkat adalah semua agama sama, menyembah Tuhan yang satu hanya dengan cara yang berbeda.
Jika keberagaman dimaknai dengan pemikiran yang seprti ini, untuk menjawab pertanyaan judul tulisan saya di atas, saya akan menjawab “tidak!”. Keindahan pluralism lenyap dengan cara berpikir orang yang semacam itu. Walau konflik akan terkesan “tidur” karena kita semua “sama”, tapi itu sudah menyalahi esensi agama dan kepercayaan. Sudikah jika Tuhan kita disamakan dengan Tuhan mereka?
Solusi ada di tangan kita. bersediakah kita menjaga keindahan keberagaman? Menjaga keharmonisan dengan tetap menghargai pilihan dalam beragama. Tetap menjunjung tinggi kepercayaan yang telah kita pilih.
*Penulis adalah mahasiswa Fakultas Syariah, Jurusan EKI-EMS, Semester VII


Selasa, 17 Januari 2012

KodoQ dan DokMol

Assalamualaikum..

hmm.. produktif nulis di blog juga salah satu resolusi 2012-ku. tapi mungkin tadi malam lupa di catat, jadi anggap saja ini bukan resolusi, tapi memang sudah seharusnya dan melanjutkan kerajinanku nulois di blog dari tahun lalu. #emang kemaren rajin? udah, anggap aja iya. repot amat.. :p

kemaren aku secara gak sengaja membahas soal cinta sama beberapa orang temen yang kebetulkan membuka klinik cinta, bg hedi dengan Kodoq (konsultasi dengan Qdoy) dan dokter molen, serta seorang pasien yang kurasa salah masuk klinik, nene.

masalah yang dialami nene sebenernya gak bisa dibuka disini, aib katanya. makanya yang kutulis adalah kepingan-kepingan mantra sederhana yang disampaikan dokter molen dan dokter hedi.
katanya, jangan cuma liat casing. walaupun casingnya bagus, belom tentu fiturnya juga bagus. lha, waktu aku bilang, "tapi gimanapun juga, kita kalau ngeliat pasti casingnya dulu, baru liat fiturnya."
nene juga setuju. keliatan banget ya kalau cewek itu lebih pengen ngeliat tampang daripada daleman. #what?

lantas mendengar pendapat kami yang dianggap menyimpang (halaah), mereka pun memberi pencerahan (tumben). mereka bilang, kenapa banyak pasangan yang cowoknya ganteng tapi ceweknya biasa aja, atau sebaliknya. karena mereka udah puas sama yang cantik2. mereka yang cantiknya gak terlihat dari luar lebih menarik dari pada yang cantiknya itu "nampak". trus katanya lagi nih, kalau paras itu fana, tapi sifat n kpribadian itu abadi. makanya jangan nilai dari casing. casingnya bagus belom tentu fiturnya juga bagus. soalnya langka banget kan sekarang manusia yang punya paras dan sifat yang sama eloknya. so, hati-hatilah dalam memilih...

begitulah, mereka dengan sukarela melayani pasiennya tanpa dibayar. melayani konsultasi sampe berjam-jam, hahaha.. sukseslah buat kalian berdua dokter2 cinta gadungan. semoga kalian juga sukses dalam menyelami masalah cinta kalian sendiri. :p

Resolusi 2012-ku

Assalamualaikum.. :)

waahh... menyenangkan sekali bisa kembali menyalurkan semua imajinasiku disini. bllog ini sukses berat buat aku melupakan fitur note yang ada di fesbuk buat numpahin uneg-uneg. bukan karena aku malu corat coretku dibaca orang lain, tapi lebih kepada kebebasankuy dalam membingkai halaman demi halaman dengan kata-kata yang tanpa batas. aku suka dengan gaya menulisku. dan aku tahu juga banyak yang menganggap gayaku mengurai kata sangat tidak menarik. yaa.. sama seperti paras, kurasa tulisan pun relatif. bukan.. aku bukan ngeyel, cuma cari aman. :p

baiklah, kita mulai ke intinya. tahun baru sudah berlalu 17 hari dan aku masih belum menemukan resolusi apa yang akan aku persembahkan untuk diriku, orang tuaku, masyarakat di sekitarku dan Tuhanku. aku masih memikirkan hal-hal yang terlalu ringan untuk  dijadikan sebagai resolusi. nah, setelah memikirkan selama 17 hari, lebih kurang, inilah resolusiku di tahun 2012. semoga teraih dan semoga berkah.

  1. Menyandang gelar Sarjana Ekonomi Islam
  2. Punya buku antologi 3 biji
  3. Cerpenku dimuat di Majalah Story
  4. Tulisanku harus sering nangkring di buletin jumat Ad-Din, minimal 10 kali
  5. Itu aja dulu. :)
terkesan biasa aja? jangan sombong, Lita..!! itu juga gag bakalan tercapai kalau tanpa kerja keras. bismillahi tawakaltu aja deh. semoga langkah kita selalu dimudahkan-Nya. amiinn

Rabu, 11 Januari 2012

Sepenggal Cerita Tentangnya

oleh Lita Maisyarah Dechy pada 5 Januari 2012 pukul 23:03

Dia, satu-satunya kakak yang terasa jauh, sangat jauh. Belum sempat aku mengobrol manis sebagai seorang adik dengannya. Kami masih kaku, dingin. Tapi aku menyayanginya. Entahlah. Aku juga heran kenapa jemariku bisa dengan mudah mengetik kalimat “ aku menyayanginya”. Aku bahkan tak pernah dekat, ngobrol, bersenda gurau dengannya. Bahkan kesan yang ku tangkap saat bertemu denganku, aku mengira dia membenciku. Ahh, mungkin aku saja yang terlalu perasa.
            Kira-kira beberapa bulan lalu kami mendengar ia terserang penyakit yang sangat mengerikan, kanker payudara. Tak hanya resep dokter, obat-obatan herbal dari pengobatan alternative juga menjadi makanan sehari-harinya. Dia juga sudah menjalani dua kali operasi untuk mengangkat kanker itu atas anjuran dokter. Namun “ia” tetap berkembang walau sudah di angkat. Katanya sih, karena akarnya tidah terangkat secara menyeluruh. Entah, aku tak begitu mengerti.
            Hingga seminggu lalu, ia berada pada kondisi terparah. RS. Angkatan Laut Belawan bahkan sudah menyerah untuk mengobatinya dan memilih untuk dirujuk ke RS. Herna Medan. Ia harus masuk ICU karena shock. Aku hanya mendengar penuturan dari ibuku, tak melihat langsung. Tapi cukup membuatku bergidik ngeri. Apalagi waktu pertama kali dadanya akan dibersihkan oleh perawat di RS.  Herna. Semua keluarga yang berkepentingan, suami, ayah dan ibu. Saat itu, kata ibuku, ayah menangis sangat pilu. Aku yakin, pasti penyakit itu sangat parah. 3 hari ia lewatkan dengan beragam jarum menusuki tubuhnya. Alat bantu pernapasan dan deteksi detak jantung yang turut meramaikan jarum-jarum itu membuat aku semakin cemas.
Aku menggendong sayang Baqis, keponakanku, anak sulungnya yang masih berumur 4 tahun. Senyum dan tawanya merekah ceria. Dimainkannya jilbabku dengan bebas. Kubelai rambutnya sebahunya. Dalam diamku, aku tergugu, “jika terjadi sesuatu dengan ibumu, kau akan menjadi piatu, nak…”
Benar adanya, kemarin setelah ujian, aku menerima telpon dari adikku Arif kalau kakakku itu telah tiada. Wajah Balqis dan Gibran serta merta terlintas di benakku. Kedua bocah, putera puterinya kini telah menjadi piatu. Air mataku merebak.
Kemarin, tanggal 4 Januari 2012, ia dikebumikan. Masih terbayang di ingatan, Balqis tak mau meninggalkan pusara ibunya walau hari sudah senja. Sungguh, aku benar-benar tak bisa membendung buliran bening itu walau aku sudah membangun tembok pertahanan. Aku tak mau membuat balqis semakin yakin kalau ibunya benar tidak akan kembali ke rumah lagi. Tapi aku tak bisa. Mataku terus saja basah.
Kudekap balqis yang menyentuh tulisan di nisan baru itu, “innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Ratna Sari Dewi Binti Abd. Rahman.”
Rest in peace, sista..
sehari sebelum berpulang, di ruang ICU RS. Herna Medan